Halo, pembaca setia! Kita sering mendengar istilah konflik, baik itu di lingkungan pribadi maupun profesional. Namun, tahukah kamu bahwa konflik tidak hanya terjadi antara individu saja. Ada jenis konflik yang terjadi antar kelompok dalam hierarki organisasi, yaitu konflik vertikal. Apa sih pengertian konflik vertikal ini? Yuk, simak artikel ini sampai habis!
Pengertian Konflik Vertikal
Konflik vertikal merupakan bentuk konflik yang terjadi antara sesama lapisan masyarakat yang berbeda tingkat kelas sosial atau kekuasaan. Konflik ini banyak terjadi di masyarakat modern yang memiliki struktur sosial yang sangat beragam. Struktur sosial di Indonesia yang masih terbagi menjadi strata atas dan strata bawah menjadi salah satu penyebab konflik vertikal masih terjadi.
Konflik vertikal bisa terjadi dimana saja, dari tempat kerja hingga lingkungan tempat tinggal. Misalnya saja dalam lingkungan kantor, konflik vertikal bisa terjadi antara karyawan biasa dengan atasan atau manajer yang memiliki wewenang lebih. Konflik juga bisa terjadi antara produsen dan konsumen, antara petani dengan pengusaha tanah, dan sebagainya.
Dalam konflik vertikal, biasanya pihak yang dirugikan adalah orang yang berada di strata bawah. Mereka yang tidak memiliki banyak keuntungan atau kekuasaan, mengalami kesulitan dalam mendapatkan hak mereka. Sedangkan pihak yang dirugikan dari strata atas lebih ke arah finansial dan darah tinggi.
Sebagai contoh kasus, konflik antara petani dengan pengusaha tanah. Petani yang notabene berada di bawah, kesulitan dalam menjual hasil panennya karena harga jualnya sangat rendah. Sementara pengusaha tanah yang berada di atas membeli tanah petani untuk dikembangkan dan ditawarkan harga yang rendah. Petani merasa di rugikan karena nilai penjualan panen mereka yang rendah dan pengusaha tanah yang lebih untung dalam memanfaatkan tanah tersebut.
Konflik vertikal bisa berdampak pada masyarakat luas jika tidak diatasi dengan baik. Dampak tersebut antara lain merusak hubungan sosial,memperburuk kondisi ekonomi, hingga berdampak buruk bagi pembangunan. Oleh sebab itu, diperlukan penyelesaian konflik yang tepat dan bijaksana.
Penyelesaian konflik vertikal bisa dilakukan dengan cara berunding atau mediasi antara kedua pihak atau dengan melalui jalur hukum. Memang penyelesaian melalui jalur hukum membutuhkan waktu yang relatif lama, namun penyelesaian masalah ini lebih bersifat permanen.
Jika konflik vertikal berdampak pada masyarakat secara massal, maka pemerintah juga harus turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan. Pemerintah bisa membuat undang-undang yang melindungi pihak yang dirugikan atau mengatur tata cara penggunaan sumber daya alam yang adil dan senantiasa memberikan keuntungan yang sama bagi semua pihak.
Sebagai masyarakat, kita juga harus dapat memahami konflik vertikal dan berupaya menyelesaikannya dengan kepala dingin. Sehari-hari kita harus menghindari sikap diskriminatif dan sebatas melakukan kegiatan positif untuk mendorong terciptanya kesetaraan di masyarakat. Kesetaraan akan memberikan pengaruh positif pada kondisi masyarakat dan pada akhirnya dapat menghindarkan konflik.
Dalam banyak kasus, konflik vertikal menjadi hambatan bagi perkembangan masyarakat yang damai dan maju. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menyikapi permasalahan tersebut dan mencari jalan keluar yang tepat agar masyarakat merasa senang dalam menjalankan aktivitasnya dan masyarakat dapat membantu satu sama lain tanpa melihat background atau kekuatan sosial masing-masing. Semoga konflik vertikal semakin hari semakin jarang terjadi dan tereliminasi secara sempurna.
Penyebab Timbulnya Konflik Vertikal
Konflik vertikal dapat terjadi di berbagai sektor, mulai dari sektor sosial, politik, hingga ekonomi. Konflik vertikal terjadi ketika terjadi benturan antara kelompok atau pihak yang memiliki kekuasaan atas kelompok atau pihak lainnya. Berikut adalah beberapa penyebab timbulnya konflik vertikal:
1. Perbedaan pandangan politik
Salah satu penyebab munculnya konflik vertikal adalah perbedaan pandangan politik. Perbedaan pandangan politik bisa berawal dari perbedaan pemahaman akan sebuah konsep, kebijakan, atau ideologi tertentu. Ketika sekelompok orang memiliki pandangan yang berbeda, konflik bisa muncul, baik itu konflik verbal maupun fisik. Konflik yang muncul di sektor politik, misalnya, bisa berupa konflik antarpartai politik, konflik antara kelompok atau individu dengan pemerintah, atau konflik antarlembaga negara.
2. Ketimpangan ekonomi
Ketimpangan ekonomi juga bisa menjadi penyebab munculnya konflik vertikal. Pada umumnya, di suatu negara terdapat kelompok yang memiliki kekayaan dan kekuasaan lebih besar daripada kelompok lainnya. Kelompok-kelompok ini biasanya terdiri dari orang yang memiliki akses yang lebih mudah untuk memperoleh pendidikan dan pelatihan, serta memiliki modal yang cukup besar untuk membangun bisnis. Sementara itu, kelompok lain, yang lebih kecil, memiliki akses terbatas terhadap pendidikan dan pelatihan, serta modal yang lebih kecil. Akibatnya, kelompok yang lebih kecil akan merasa tidak adil dan sulit untuk bersaing dengan kelompok yang lebih besar. Ketidakadilan ini bisa menjadi sumber konflik vertikal yang muncul antara kelompok yang lebih kecil dengan kelompok yang lebih besar.
Ketimpangan ekonomi ini juga bisa terjadi antara daerah atau kawasan yang satu dengan yang lain. Misalnya, ketika sebuah daerah dianggap sebagai daerah kumuh atau daerah yang kurang berkembang, sementara daerah lain dianggap sebagai daerah yang maju dan modern, maka akan ada ketidakadilan dan ketimpangan yang akan memicu konflik vertikal. Seringkali, konflik vertikal yang muncul akibat ketimpangan ekonomi ini dapat mengarah ke protes, unjuk rasa, atau tindakan kekerasan dari kelompok yang merasa terpinggirkan.
3. Perbedaan agama dan budaya
Perbedaan agama dan budaya juga bisa menjadi penyebab munculnya konflik vertikal. Di banyak negara, terdapat kelompok yang memiliki keyakinan agama atau identitas budaya yang berbeda. Ketika muncul ketidakadilan atau diskriminasi terhadap kelompok tertentu, maka konflik vertikal bisa muncul. Perbedaan dalam keyakinan atau identitas budaya bisa menghasilkan pandangan yang berbeda terhadap gaya hidup, norma sosial, atau hukum. Perbedaan tersebut bisa menghasilkan ketidaknyamanan atau ketidakpuasan dari kelompok tertentu, yang pada gilirannya bisa mendorong mereka untuk melancarkan tindakan protes atau konflik.
4. Persaingan politik atau ekonomi
Persaingan politik atau ekonomi juga bisa menjadi penyebab munculnya konflik vertikal. Persaingan politik dapat terjadi dalam bentuk persaingan antarpartai politik, antarlembaga negara, atau antarindividu dalam suatu organisasi politik. Sementara itu, persaingan ekonomi bisa terjadi antarindividu, antarkelompok, atau bahkan antardaerah. Persaingan ekonomi yang sifatnya tidak sehat dapat memancing timbulnya konflik vertikal, misalnya di sektor pasar tradisional atau bidang bisnis tertentu.
Dari keempat penyebab konflik vertikal di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik vertikal muncul ketika terjadi ketidakadilan, ketimpangan, atau diskriminasi yang mengarah pada perbedaan pandangan, keyakinan, atau tujuan kelompok atau individu. Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk meminimalisir atau menghindari terjadinya konflik vertikal dengan membangun kesadaran dan sikap saling menghargai, toleransi, dan kerjasama antarkelompok atau antarpemangku kepentingan.
Contoh Konflik Vertikal dalam Masyarakat
Konflik dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan situasi, salah satunya adalah konflik vertikal. Konflik yang terjadi antara kelompok dengan kekuasaan atau pemerintah biasanya disebut sebagai konflik vertikal. Konflik vertikal bisa terjadi pada berbagai tingkatan dalam masyarakat, meliputi konflik antar individu dengan pemerintah, organisasi dengan pemerintah, hingga konflik antar negara. Berikut ini adalah beberapa contoh konflik vertikal dalam masyarakat Indonesia.
1. Protes Mahasiswa Terhadap Kenaikan Harga BBM
Pada tahun 2019, pemerintah Indonesia mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini menuai protes dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa. Banyak mahasiswa yang melakukan aksi protes di depan gedung DPR dan kantor pemerintah lainnya. Konflik terjadi antara pemerintah dengan mahasiswa yang protes.
2. Konflik Antara Buruh dan Pemerintah
Buruh di Indonesia sering melakukan aksi mogok kerja atau demonstrasi untuk menuntut kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja. Pemerintah sebagai pihak pengusaha sering kali tidak memenuhi tuntutan buruh, sehingga sering terjadi konflik antara buruh dengan pemegang kekuasaan. Konflik ini bisa merugikan kedua belah pihak, karena buruh tidak punya pekerjaan dan industri tidak ada produksi.
3. Konflik Lahan antara Petani dan Perusahaan
Konflik lainnya adalah konflik antara petani dengan perusahaan. Perusahaan besar seringkali mengeksploitasi lahan-lahan petani untuk kepentingan bisnisnya. Hal ini seringkali menimbulkan ketidakadilan terhadap petani yang menjadi korban pada akhirnya. Salah satu contoh konflik vertikal antara perusahaan dan petani terjadi di Kalimantan Tengah, yaitu konflik lahan antara masyarakat adat Dayak dengan perusahaan sawit PT. Kallista Alam.
4. Konflik Halal Bihalal
Konflik vertikal tidak selalu terjadi antara pemerintah dengan masyarakat. Ada beberapa konflik vertikal yang terjadi dalam masyarakat, seperti konflik halal bihalal. Konflik ini terjadi antara masyarakat yang berbeda pandangan dalam memaknai tradisi halal bihalal. Biasanya konflik ini terjadi dalam sebuah lembaga atau organisasi dengan kepengurusan baru yang mencoba memperkenalkan halal bihalal dengan cara yang berbeda, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dalam masyarakat.
5. Konflik Agama
Konflik vertikal yang paling merusak hubungan antar manusia biasanya terjadi karena perbedaan keyakinan atau agama. Dalam konteks Indonesia, konflik agama seringkali terjadi antara umat Islam dengan umat Non Muslim. Salah satu contoh konflik agama yang sangat terkenal adalah konflik SARA di Poso, Sulawesi Tengah. Konflik ini dimulai dari pertikaian antara dua kelompok, yaitu kelompok paramiliter Kristen dan kelompok Islamis.
Dalam masyarakat Indonesia, konflik vertikal bisa terjadi kapan saja. Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik vertikal, mulai dari perbedaan keyakinan, perbedaan pandangan politik, hingga perbedaan ekonomi. Oleh karena itu, penting bagi setiap pihak untuk menjalin dialog dan mencari solusi terbaik agar konflik dapat diselesaikan secara damai dan terhindar dari tindakan kekerasan yang lebih buruk.
Dampak negatif konflik vertikal
Konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara pihak-pihak yang memiliki perbedaan hierarki atau level jabatan yang berbeda. Konflik vertikal bisa terjadi di antara karyawan dan atasan, karyawan dan manajemen, atau antara manajemen dan pemilik perusahaan. Konflik ini tidak hanya merugikan individu yang terlibat, tetapi juga merugikan perusahaan itu sendiri. Berikut adalah beberapa dampak negatif konflik vertikal:
1. Menurunkan Produktivitas
Konflik antara atasan dan bawahan dapat menyebabkan terganggunya tugas rutin dan melambatnya produktivitas. Karyawan akan lebih fokus pada konflik daripada melakukan tugas yang seharusnya mereka lakukan. Konflik yang terjadi di antara manajemen dan pemilik perusahaan juga dapat menghambat pengambilan keputusan dan menyebabkan kerugian finansial bagi perusahaan.
2. Merusak Hubungan Kerja
Setiap bentuk konflik dapat merusak hubungan kerja yang sebelumnya baik. Ketidakpercayaan dan ketegangan antar individu yang terlibat dalam konflik dapat menjalar ke seluruh perusahaan dan menghasilkan konflik baru. Hal ini berdampak pada kinerja tim dan kepercayaan yang rendah pada manajemen.
3. Mengurangi Motivasi dan Kepercayaan Diri
Konflik vertikal dapat mengurangi motivasi dan kepercayaan diri karyawan. Hal ini dapat menyebabkan mereka tidak peduli dengan pekerjaan mereka, atau bahkan memutuskan untuk meninggalkan perusahaan.
4. Menurunkan Kualitas Produk atau Layanan
Konflik vertikal dapat menyebabkan menurunnya kualitas produk atau layanan yang diberikan perusahaan. Karyawan yang terlibat dalam konflik dapat melakukan tindakan sabotase atau bekerja dengan tidak semangat. Hal ini berdampak pada citra perusahaan dan menurunkan kepuasan pelanggan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat merugikan perusahaan secara finansial dan memperburuk situasi perusahaan.
5. Meningkatkan Tingkat Pemecatan
Konflik vertikal dapat meningkatkan tingkat pemecatan bagi karyawan, terutama jika perusahaan tidak mampu menangani konflik dengan baik dan memberikan solusi yang tepat. Hal ini dapat mempengaruhi citra dan reputasi perusahaan sebagai tempat kerja yang stabil dan berwibawa.
Dalam menghadapi konflik vertikal, penting bagi perusahaan untuk mengambil tindakan preventif sejak awal untuk meminimalkan dampak negatifnya. Perusahaan harus memberikan pelatihan interaksi antar personal kepada karyawan dan atasan. Selain itu, perusahaan harus juga memiliki kebijakan yang jelas dalam menangani konflik agar dapat diselesaikan dengan cepat dan efektif. Solusi yang tepat dapat mengurangi dampak negatif konflik vertikal terhadap perusahaan.
Upaya Penyelesaian Konflik Vertikal
Konflik vertikal atau konflik antara atasan dan bawahan dalam suatu struktur organisasi menjadi hal yang umum terjadi dalam kehidupan kerja. Namun, konflik yang tidak terselesaikan dengan baik dapat menyebabkan atmosfer kerja yang tidak kondusif dan bahkan merugikan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penyelesaian konflik yang tepat dan efektif. Berikut adalah beberapa upaya penyelesaian konflik vertikal:
1. Komunikasi yang Baik
Komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan sangat penting dalam menghindari konflik vertikal. Dalam situasi konflik, komunikasi terbuka dan jujur dapat membantu mengatasi masalah dengan lebih cepat dan efektif. Atasan harus mendengarkan keluhan atau masalah yang disampaikan bawahan dengan seksama dan memberikan respons yang tepat. Sebaliknya, bawahan juga harus memahami posisi dan tanggung jawab atasan sehingga masalah dapat diatasi dengan baik.
2. Mediasi dan Konseling
Bila terjadi konflik yang sulit diatasi melalui komunikasi biasa, mediasi dan konseling dapat menjadi opsi penyelesaian yang efektif. Pihak ketiga seperti HRD atau mediator profesional dapat membantu dalam menyelesaikan konflik vertikal ini dengan cara menemukan solusi yang mampu memuaskan kedua belah pihak. Mediasi dan konseling juga memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang berseteru untuk berbicara dengan tetap menghormati satu sama lain.
3. Membuat Aturan dan Prosedur yang Jelas
Seringkali konflik vertikal terjadi karena perbedaan pemahaman terhadap aturan dan prosedur tertentu. Oleh sebab itu, penting bagi perusahaan untuk menetapkan aturan dan prosedur yang jelas dan mudah dipahami oleh seluruh karyawan. Atasan harus memastikan bahwa setiap bawahan memahami aturan dan prosedur yang berlaku serta memberikan arahan yang tepat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
4. Memberikan Semangat dan Dorongan Positif
Bawahan yang dipenuhi semangat dan motivasi positif cenderung lebih produktif dan terus bersemangat dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan. Atasan seharusnya meyakinkan bawahan bahwa kehadiran mereka di dalam organisasi sangat penting dan mendapat apresiasi yang setimpal. Hal itu akan membuat bawahan merasa dihargai dan terlibat secara aktif dalam mencapai tujuan perusahaan.
5. Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Terus-menerus
Konflik vertikal dapat dihindari dengan adanya evaluasi dan perbaikan secara terus-menerus. Evaluasi harus dilakukan oleh atasan dalam tim kerja agar mereka dapat memantau kinerja bawahan secara rinci dan menemukan potensi masalah atau hambatan komunikasi. Setelah ditemukan, masalah harus segera ditangani agar tidak menjadi konflik yang lebih besar. Selain itu, atasan dapat melakukan evaluasi diri untuk terus meningkatkan kualitas kepemimpinan dan keterampilan komunikasi.
Upaya penyelesaian konflik vertikal sangat penting dalam membangun lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Dalam mencapai tujuan perusahaan, penting bagi atasan dan bawahan untuk saling bekerja sama dan membangun hubungan yang baik. Dengan meresapi dan melaksanakan upaya-upaya penyelesaian konflik vertikal di atas secara baik, kita dapat membuat perusahaan kita menjadi tempat kerja yang produktif, harmonis, dan aman.
Sekian artikel singkat mengenai pengertian konflik vertikal dalam hierarki organisasi. Semoga artikel ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami alur dan dinamika komunikasi di dalam organisasi. Sebagai individu yang terlibat dalam organisasi, penting untuk dapat mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik vertikal dengan cara yang bijaksana dan efektif, demi terciptanya lingkungan kerja yang kondusif dan produktif. Terima kasih telah membaca, semoga sukses selalu!